Dunia perfilman Indonesia memang sering kali mengalami pasang surut dari masa ke masa, seperti halnya yang terjadi pada tahun 1970-an. Setelah mengalami penurunan pada tahun 1960-an akibat panasnya politik pada masa itu sehingga ruang gerak perfilman amat dibatasi, akhirnya perfilman Indonesia mulai bangkit lagi di awal tahun 1970.
Pada era ini muncul sineas-sineas muda berbakat seperti Teguh Karya, Syuman Djaya, Arifin C. Noer, dan lain sebagainya. Selain mulai kembali maraknya produksi film di Indonesia, bioskop-bioskop pun mulai ramai bermunculan. Bisa dikatakan pada masa itu perfilman Indonesia memasuki masa kejayaannya.
Sayangnya, meskipun perkembangan film terjadi secara pesat, nyatanya tetap ada peraturan-peraturan ketat yang diberlakukan pada masa orde baru agar film tidak menjadi senjata propaganda. Sehingga bisa dianggap tidak ada kebebasan sepenuhnya pada masa kebangkitan film Indonesia saat itu.
Hal yang menarik pada film era 70-an adalah munculnya kecenderungan film yang diangkat dari novel, naskah teater, maupun cerita rakyat. Tiga film yang terkenal pada era ini antara lain adalah Si Pitung yang diangkat dari cerita rakyat Betawi, Badai Pasti Berlalu, dan Cintaku di Kampus Biru yang disadur dari novel.
Ini terjadi karena pada tahun 70-an perfilman Indonesia belum memiliki naskah orisinil dengan jumlah banyak untuk diolah menjadi film, sedangkan minat akan film terus bertambah. Bayangkan saja, dalam kurun satu dekade ratusan film mulai tayang di bioskop-bioskop, padahal sebelumnya dalam satu dekade hanya memproduksi beberapa puluh film saja. Animo masyrakat Indonesia pada dunia film pada masa itu bisa dibilang sangat tinggi.
Di tahun 70-an film-film bertemakan cinta mendominasi pasar. Pada masa ini pula film dengan adegan-adegan berani nan vulgar mulai bermunculan. Era 70-an menjadi awal dari munculnya film vulgar Indonesia yang amat frontal. Tema vulgar tidak hanya terdapat dalam film, namun berkembang juga dalam karya sastra dan majalah di tahun 70-an.
Akibat merebaknya film vulgar di tahun 70-an sempat terjadi sebuah fenomena yang muncul akibat keresahan para petingggi agama yang melarang orang-orang beragama untuk menonton film di bioskop. Namun, ini tidak menjadikan minat masyarakat Indonesia akan film menurun.
Merebaknya film bertema vulgar juga akhirnya membawa pengaruh pada perfilman Indonesia di masa selanjutnya. Misal, pada dekade selanjutnya film dengan tema horror mulai ramai diproduksi, tapi tidak hanya kesan horror yang mereka sajikan namun juga dibumbui dengan adegan seks nan vulgar.
Sampai saat ini pun masih sering kita jumpai film dengan genre horor ataupun genre lain yang memberikan unsur vulgar dalam film, tapi saat ini semua sudah dibatasi oleh lembaga sensor dan Komisi Perfilman Indonesia.
KOMENTAR ANDA