Fase kenormalan baru (new normal) sudah di depan mata. Jika kelak dilaksanakan, orang-orang akan bisa ke mal lagi, harus ke kantor lagi, dan buat para pelajar, kembali ke sekolah lagi.
Tentu saja, skenario kenormalan baru tidak serta merta berlaku di semua tempat. Jika bisa memenuhi kriteria tertentu, sebuah wilayah administrasi bisa menjalani skenario kenormalan baru. Aktivitas itu tak bisa lagi dijalankan seperti zaman BC (before corona), melainkan terdapat protokol kesehatan yang harus dipatuhi.
Seperti halnya mal atau tempat kerja, pemerintah juga mengeluarkan protokol kesehatan yang wajib dipenuhi pengelola-pengelola tempat pendidikan. Meski demikian, Komisi X DPR meminta protokol tersebut disimulasi terlebih dahulu sebelum sekolah kembali dibuka. Terkait hal ini, KPAI menyebutkan hanya 18% sekolah yang siap memenuhi protokol kesehatan tersebut.
Lantas, bagaimana reaksi para orang dengan rencana back to school ini? Berikut curhatan beberapa Unpaders yang berhasil dihubungi via whatsapp.
Wisnu E. Widyastuti (Jurnalistik 88)
Tahun ajaran besok, anak saya duduk di kelas 3 SMP. Sejak pandemi Covid-19, selama satu termin ini otomatis kegiatan belajar dilakukan di rumah. Menghadapi “New Normal” ini, terus terang saya sebagai orang tua agak was was. Rasanya, perlu ada pengecualian untuk sekolah. Terutama sekali untuk TK sampai tingkat SMP.
Sebaiknya, untuk tingkatan ini tetap belajar secara daring saja di rumah. Sebab, anak-anak di usia tersebut sedang aktif-aktifnya dan belum terlalu memahami tentang penularan virus Covid-19 ini. Butuh pengawasan ketat. Kasihan guru-gurunya. Beban mereka sudah sangat besar dan akan semakin berat lagi karena harus mengawasi pergerakan anak-anak didiknya. Meskipun mungkin nanti kelas akan dibagi dua, saya tetap khawatir karena sepertinya sekolah dan perangkatnya di Indonesia belum siap, deh. Butuh Kedisiplinan. Nah, masalahnya, kita tahu sendiri betapa rendahnya tingkat kedisiplinan orang Indonesia.
Menurut pendapat saya, mungkin untuk sekolah tingkat menengah (SMK/SMA/Aliyah) bisa dibuka. Dengan rentang umur 15 sampai 18 tahun, tentu mereka sudah lebih memahami tentang konsekuensi dan risikonya. Tapi, tentu diikuti dengan penerapan protokol kesehatan yang konsisten.
Dwi Bektiningsih (Psikologi, 96)
Sebaiknya Dinas bekerjasama dengan Dinkes menyusun terlebih dahulu aturan syarat utama sekolah dinyatakan bisa dibuka dan menerima murid sekolah di fase kenormalan baru.
Pengawasan dilakukan berkala untuk memastikan setiap sekolah benar-benar siap dengan protokol kesehatan yang diperlukan. Nanti sekolah, misalnya, mendapatkan sertifikat atau bukti bahwa sekolah siap dengan protokol kesehatan yang diperlukan, baru membuka proses belajar mengajar tatap muka kembali
Terus terang sebagai orang tua saya khawatir melepas anak sekolah. Khawatir juga sekolah jadi tempat penyebaran virus baru.
Tolong dievaluasi lagi dan misalnya menunda lagi sampai 1 semester. Jadi, bukan hanya perlu ada persiapan fisik, tetapi juga perlu ada persiapan personil (sosialisasi dan pelatihan personil sekolah), persiapan dari sisi anak (sosialisasi terhadap anak & orang tua), juga persiapan psikologis menghadapi kondisi "New Normal".
Henni Gusfa (Satra Jepang Extention, 96)
Saya tidak setuju pemerintah membuka kembali sekolah saat ini. Sebaiknya pemerintah fokus pada kebijakan metode pendidikan yang lebih baik untuk tahun depan. Budaya pembelajaran disekolah dengan protokol kesehatan yang masih belum disadari sepenuhnya menjadi habit para pemangku kepentingan akan membuat polemik baru karena penanganan di level lembaga yang menangani protokol kesehatan saja belum tertib apalagi jkika dipraktekkan oleh anak anak dan para pemangku kepentingan sekolah lainnya.
Sebaiknya saat ini belajar di rumah saja dahulu. Pada saat yang bersamaan, protokol kesehatan mulai diedukasi di level sub sistem terkecil, yaitu rumah tangga.
Peter Hansdayani (Perpustakaan, 95)
Masuk Sekolah Lagi pasca PSBB? Untuk saat ini, saya sih gak setuju. Selama belum ada jaminan sekolah bebas Covid-19 dari pihak terkait, saya lebih memilih Study From Home. Hingga saat ini – paling tidak di tempat anak – anak saya sekolah, belum ada upaya pihak terkait untuk menjamin kegiatan belajar mengajar di sekolah aman dilakukan.
Mestinya, sistem antivirus (protokoler kesehatan / pencegahan) sudah mulai disiapkan. Baik dari sekolah maupun dari orang tua siswa (OTS). Masing-masing harus bersiap. Jangan sampai begitu ada keputusan Wajib Back To School, H-1 baru dirapatkan, baru disosialisasikan ke OTS. Masing-masing kalang kabut, gak siap, malah berpotensi munculnya kluster baru. kluster Sekolah. Ngerik Ah.
Candra Kusuma (Administrasi Negara, 91)
Anak pertama saya sekolah berasrama di Kabupaten Bogor, yang kabarnya mulai masuk 11 Juni, kecuali ada pemberitahuan lebih lanjut terkait Covid.
Anak kedua di SDIT di Depok sejauh saya tahu akan masuk 13 Juli. Sesungguhnya belum jelas betul sebenarnya kapan mereka mulai masuk sekolah.
Tapi sebagai orang tua saat ini sebetulnya agak cemas, bahkan jika anak sekolah masuk akhir Juli sekalipun. Sumber kekhawatiran saya, karena: 1) Belum ditemukannya vaksin Covid sampai saat ini; 2) Kemungkinan meningkatnya kembali potensi penularan dan penyebaran Covid di Jabodetabek akibat arus balik mudik di bulan Juni; 3) Kecenderungan makin permisifnya masyarakat dan berkurangnya kewaspadaan terhadap Covid. Jalanan mulai ramai. Apalagi kabarnya pusat perbelanjaan akan dibuka lagi awal Juni; 4) Anak sekolah bagaimanapun masih anak-anak, yang pemahamannya akan resiko dan cara pencegahan Covid kemungkinan terbatas.
Saya pikir, sebelum anak sekolah benar-benar kembali masuk sekolah ada baiknya menyiapkan hal berikut: 1) Dinas kesehatan dan pihak terkait mensosialisasikan dan memeriksa kesiapan sekolah dalam melakukan protokol pencegahan Covid di lembaga pendidikan (kalau sudah ada); 2) Tiap sekolah harus punya alat pengukur suhu badan, hand sanitizer dan fasilitas cuci tangan yang memadai. Pemda harus bantu sekolah yang kesulitan pengadaan sarana itu; 3) Jarak antar siswa di kelas juga mesti di atur; 4) Kegiatan bersama di sekolah perlu dikurangi, untuk mengurangi potensi kontak fisik; 5) Monitoring rutin oleh Pemda dan pihak terkait ke sekolah-sekolah juga harus dilakukan.
Kalau itu belum bisa dilakukan di bulan Juni/Juli, ada baiknya jadwal masuk sekolah ditunda saja sampai setelah Agustus nanti. Tak apa agak berkurang hari belajarnya untuk semester depan, asalkan situasi Covid ini sudah lebih terkendali dan reda.
Selebihnya saya hanya bisa mengingatkan anak-anak, dan berdoa semampunya...
_________________
Nah, bagaimana dengan Anda?
KOMENTAR ANDA