Pada sabtu sore, 30 Mei 2020, waktu setempat atau minggu pagi waktu Indonesia, setelah sempat tertunda selama dua hari, sebuah roket akhirnya meluncur dari fasilitas peluncuran 39A milik NASA yang terletak di Merrit Island, negara bagian Florida.
Tidak seperti peluncuran roket yang sebelum-sebelumnya, peluncuran roket kali ini merupakan momen yang bersejarah dan menandai era baru dalam penerbangan ruang angkasa.
Roket yang diluncurkan tidak lain merupakan roket Falcon 9 milik Space X, sebuah perusahaan startup di bidang penerbangan antariksa milik Elon Musk. Untuk pertama kalinya sebuah perusahaan swasta dapat mengorbitkan astronot ke ruang angkasa, bahkan ke stasiun ruang angkasa ISS (International Space Station).
Dengan nama misi “Demo-2”, roket ini membawa kapsul antariksa bernama Dragon yang di dalamnya terdapat dua astronot asal Amerika Serikat yaitu Bob Behnken dan Doug Hurley. Keduanya merupakan astronot veteran yang sebelumnya telah beberapa kali dikirim ke stasiun ISS menggunakan pesawat ulang-alik. Mereka direncanakan untuk tinggal di ISS selama 30 sampai 119 hari sebelum kemudian kembali lagi ke Bumi.
Biaya Lebih Murah.
Salah satu alasan utama mengapa peluncuran roket berawak perdana milik Space X ini istimewa adalah, karena untuk pertama kalinya astronot dapat diorbitkan ke luar angkasa dengan biaya yang jauh lebih murah daripada sebelumnya. Perusahaan Space X dalam situs resminya menuliskan: “Mayoritas biaya peluncuran berasal dari biaya pembuatan roketnya, yang biasanya hanya dapat diterbangkan sekali saja”.
Pernyataan tersebut sejalan dengan fakta bahwa pada era Space Race di tahun 60-an, biaya peluncuran roket menjadi sangat mahal karena roket yang telah diluncurkan akan dijatuhkan ke laut dan tidak bisa digunakan kembali.
Meskipun dengan terobosan yang terjadi pada tahun 80-an, di mana pada masa itu NASA mulai menggunakan pesawat ulang-alik yang dapat diterbangkan berulang kali, biaya pengorbitan astronot ke luar angkasa dapat dikurangi namun tetap saja mahal. Penyebabnya karena bagian roket pendorong pesawat ulang-alik tidak dapat digunakan kembali setelah peluncuran, tidak seperti bagian pesawatnya.
Tidak seperti wahana-wahana antariksa tersebut, roket-roket Space X, seperti Falcon 9 cukup revolusioner karena roket ini dapat digunakan kembali setelah diluncurkan. Bagian booster atau pendorong roket ini dapat mendarat kembali secara otomatis setelah meluncur.
Sedangkan bagian kapsul yang membawa penumpang dan kargonya juga dapat digunakan kembali setelah mendarat di laut ketika misi berakhir. Dengan demikian biaya penerbangan ke ruang angkasa dapat dikurangi secara drastis.
Untuk sekali misi luar angkasa menggunakan modul antariksa Space X biaya yang dibutuhkan berkisar US$ 20 juta (Rp 288 milyar) per kepala. Biaya ini sekitar US$ 60 juta lebih murah dibandingkan daripada menggunakan modul Soyuz milik badan antariksa Rusia, Roscosmos, yang selama ini digunakan untuk mengirim astronot AS seiring dengan berakhirnya penggunaan pesawat ulang-alik pada tahun 2011 silam.
Membawa Lebih Banyak Manusia ke Luar Bumi.
Keberhasilan misi luar angkasa "Demo-2“, merupakan hal yang cukup bersejarah bagi banyak pihak. Bagi warga Amerika Serikat, keberhasilan misi ini menandai pertama kalinya NASA dapat mengirimkan kembali astronot-astronotnya ke International Space Station (ISS) dari tanah Amerika, setelah hampir satu dekade harus mengirim astronotnya lewat badan antariksa Rusia.
Bagi Space X, keberhasilan misi ini memantapkan langkah mereka untuk menjadi perusahaan komersial antariksa. Sedangkan bagi masyarakat umum, keberhasilan misi ini berarti ke depannya perjalanan antariksa akan lebih mudah dan murah bagi warga sipil.
Setelah berhasil mendaratkan kedua astronot ini, kedepannya NASA dan Space X berencana untuk mulai mengirimkan astronotnya secara rutin ke ISS sekaligus membuka peluang untuk berkembangnya pariwisata luar angkasa bagi warga sipil, di mana para turis nantinya dapat mengunjungi ISS atau sekadar merasakan suasana terbang tanpa gravitasi di orbit terluar bumi.
Ke depannya, pihak Space X juga berencana untuk kembali mengirimkan manusia ke bulan pada tahun 2024, dan juga mendaratkan manusia pertama di planet Mars pada tahun 2050 menggunakan roket yang berukuran lebih besar daripada Falcon 9.
KOMENTAR ANDA