Alat deteksi virus penyebab Covid-19, SARS-Cov-2, yang dikembangkan oleh dua perguruan tinggi, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Padjadjaran (Unpad) sudah mencapai perkembangan yang signifikan. Alat deteksi tersebut adalah Deteksi CePAD atau Rapid Test 2.0 dan Surface Plasmon Resonance (SPR). Saat ini alat deteksi itu sudah masuk tahap validasi virus.
Koordinator Peneliti Rapid Test Covid19 Unpad dari FMIPA, Muhammad Yusuf, mengatakan tahap validasi virus dilakukan setelah kedua alat deteksi sudah divalidasi di laboratorium. Tahap validasi ini bertujuan untuk menilai kualitas dari Rapid Test 2.0 dan SPR, sebagaimana dikatakan oleh Bachti Alisjahbana, Kepala Pusat Studi Infeksi Fakultas Kedokteran Unpad.
“Kami bekerja sama dengan beberapa pihak dalam validasi ini. Saat ini, formulasi dan uji CePAD di skala laboratorium terhadap protein virus sudah menunjukkan hasil yang baik. Jadi, bisa dilanjutkan ke validasi di lapangan,” ungkap Yusuf dalam sebuah keterangan resmi, dikutip dari Liputan6, Senin (22/6).
Lebih lanjut, Yusuf memaparkan perbedaan antara Rapid Tes 2.0 yang dikembangkan Unpad dan ITB dengan rapid test pada umumnya. Perbedaannya terletak pada molekul deteksi yang digunakan. Rapid test yang umum akan mendeteksi antobodi, sedangkan Rapid Test 2.0 mendeteksi antigen.
Rapid Test 2.0 nantinya akan mendeteksi virus dengan lebih cepat karena tidak perlu menunggu pembentukan antibodi saat tubuh terjangkit virus.
“Deteksi antigen bisa digunakan untuk mengetahui penyebab orang sakit ketika sedang menunjukkan gejala seperti demam dan batuk. Jika orang baru terpapar virus beberapa hari, deteksi antibodi kemungkinan besar negatif atau nonreaktid karena antibodi terhadap virusnya belum terbentuk,” jelas Yusuf.
Saat ini, tim pengembang bersama mitra industri tengah melengkapi fasilitas assembly rapid test dan produksi 5000 kit pada bulan Mei hingga Juni untuk kebutuhan validasi. Jika validasi memperlihatkan hasil yang baik, maka akan diproduksi 10.000 kit yang akan dilanjutkan 50.000 kit sesuai dengan kapasitas produksi mitra.
Adapun untuk Surface Plasmon Resonance dikembangkan oleh Unpad dan ITB yang bergabung dalam Task Force Riset dan Inovasi Penanganan Covid-19 (TFRIC-19) yang diinisiasi dan dikoordinasi oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Kemenristek/BRIN. Alat dengan ukuran sebesar aki mobil ini akan berfungsi sebagai detektor Covid-19 yang mendeteksi inetraksi antara virus penyebab Covid-19 dan biosensor.
“SPR ini dikembangkan sebagai metode alternatif yang diharapkan memiliki akurasi yang baik setara dengan PCR. ITB mengembangkan metode SPRnya dan Unpad mengembangkan biosensornya.” ungkapYusuf.
KOMENTAR ANDA