Secara simbolis, Indonesia sudah jelas menduduki sebagai negara yang beraneka. Dari sini seharusnya kita sudah selesai berbicara syarat ideal kecantikan. Kita sering mendengar dan membaca bagaimana Indonesia memiliki jenis ragam dari segi penduduknya. Oh, rakyatnya saja sudah banyak jenisnya. Terutama, bagaimana Indonesia memiliki penduduk yang suka sekali mendeskripsikan sekaligus menciptakan stigma kecantikan. Padahal, kecantikan dari segi Indonesia tidak ada yang perlu diperdebatkan.
Apa lagi yang harus kami bicarakan mengenai segmen kecantikan? Industri ini tak akan ada habisnya. Produk akan semakin menawarkan macam cara, kita akan meraih ke sana, dan akan semakin jauh dari mencintai diri sendiri! Please, jangan!
Ironinya, hal semacam ini selalu digaungi oleh para pemiliknya sendiri. Para perempuan yang saling beradu argumen kulit mana yang paling disukai para pria, hidung seperti apa yang paling pas untuk kita miliki, atau alis model bagaimana yang harus kita sulam? Apa, sih, yang ideal itu? Apa benar-benar ada kecantikan yang ideal? Siapa yang akan menilai parameter itu semua?
Sudah terlalu banyak dan intensitas yang sering dalam membicarakan perihal ini. Rumit.
Polemik ini sudah digandrungi sejak lama, bahkan Indonesia telah melahirkan standar kecantikan sejak zaman Jawa Kuno yang tergambar dalam sastra Ramayana. Kita lihat bagaimana para Raden Ayu yang anggun, kulit kecoklatan manis, dan anggah-ungguh yang sopan. Bagi saya, itu cantik.
Kita bisa juga melihat bagaimana boneka Barbie sangat laku di pasaran. Saya akui, saya adalah pecinta boneka itu sejak kecil. Rambut panjang, kulit putih, tinggi, dan langsing. Bagi saya, itu juga cantik.
Sementara itu, kita lihat bagaimana Marlyn Monroe dianggap wanita yang cantik dengan berat badan 63 kg dan tinggi 163cm, di mana itu tetap tidak sesuai berat badan ideal, kan? Tetapi, Moenroe tetaplah cantik. Selayaknya penyanyi Adelle, ia yang dulu dengan kelebihan berat badan dengan ia yang kini memiliki perubahan drastis pada bentuk badannya, Adelle tetaplah Adelle yang stunning.
Konstruksi kecantikan yang digaungkan di Indonesia memang memberatkan pada titik langsing, putih, dan tinggi. Lalu, tidak dengan Miss Universe, Zozibini Tunzi. Salah satu wanita berkulit hitam yang beradu pada ajang kontes kecantikan dalam satu periode. Tunzi hidup dalam lingkaran yang tidak pernah menganggap dirinya cantik, tetapi bagian kontranya ia justru memenangkan di ajang Miss Universe 2019. Wow!
Kini, kita pahami bahwa standar kecantikan dengan melabelkan kulit putih, tinggi, dan langsing tidak melulu demikian. Standar itu seperti stigma yang dibawa dari mulut ke mulut. Kita berhasil mendoktrin pemikiran kita sendiri dengan standar yang salah. Era modern seperti ini membawa kita pada produk dan model kecantikan yang mengharuskan demikian. Hal ini membuat para perempuan Indonesia mati-matian memenuhi tangga itu.
Lambat laun, masyarakat Indonesia langsung mengkonstruksi kulit yang ia miliki dan membandingkan dengan kulit model kecantikan yang ia pakai. Oh, ladies, kamu cantik sebagaimana yang kamu punya. Stop untuk memandang kecantikan sebagai ajang perlombaan dan merasakan pusingnya insecure soal tubuh. Sesederhana, kalau pola hidup kita sehat, maka kulit kita menjadi bersih. Kalau kita banyak minum air putih, maka racun dalam tubuh kita terbuang. Cukup dengan merawatnya sepenuh hati, bukan menyakiti pikiran sendiri.
Tidak ada yang benar-benar ideal, sebenarnya. Tidak ada yang menilai stigma-stigma racun yang sudah masuk ke otak kita.
Standar kecantikan itu ada atas perawatan yang kita usahakan dengan pola yang lebih sehat. Sehitam apapun kulitmu! Seputih apapun kulitmu! Sekeriting apapun rambutmu! Gendutnya bagaimanapun kamu. Kurusnya kamu. Kita semua cantik, karena kita merawat, bukan mengubahnya. Kita cantik karena kita sudah berhasil mencintai diri sendiri. Dengan keberhasilan kita mencintai diri, seberapa banyak orang-orang menghina, diri kita tidak akan pernah hancur. Kamu tahu apa yang semakin bersinar lagi? Ketika apa yang kita punya, lalu kita jaga, dan miliki attitude sebaik-baiknya.
KOMENTAR ANDA