(1)
Katamu, kotamu melulu mengatakan
hal yang sama-sama semu:
mapan dan masa depan, umpamanya.
Atau tentang kita:
nasab yang tidak ditemui nasib.
Tak ada hal baru yang kutemukan di pagi Rabu.
Aku masih dan akan selalu
bingung hendak menghadiahimu apa:
pernikahan atau perpisahan.
Aku tahu huruf namaku terlalu
pendek untuk dicetak pada buku
nikahmu, tetapi terlalu lengang
untuk melenggang seorang
diri dalam kartu undangan
nikahmu.
(2)
Tinggal satu caturwulan kemudian
aku menanggalkan dan menggagalkanmu
menjadi inti jantungku. Kelak
mencintaimu adalah hal paling rumit
kulakukan. Aku lebih suka
menghitung sendiri hari-hari
melamarmu dengan perpisahan.
Atau menjadi jalan lapang depan
rumah ibu pada roda kendaraan
anaknya. Melapangkan yang akan
hilang.
Aku menantikan kita
yang bertemu membawa
punggung masing-masing
sebagai orang asing.
Jatinangor, Juli 2018
KOMENTAR ANDA