Pandemi Covid-19 tak hanya mengakibatkan permasalahan ekonomi. Banyak persoalan baru yang muncul akibat Covid-19, salah satunya adalah meningkatnya jumlah pernikahan dini. Adapun provinsi Jawa Barat mencatat angka perkawinan di bawah umur tertinggi di Indonesia, menurut data yang dihimpun Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional tahun 2020.
Susilowati Suparto, dosen di Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), menyebut bahwa penambahan angka pernikahan dini di masa pandemi Covid-19 disebabkan oleh permasalahan ekonomi. Tidak sedikit keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi karena hilangnya pekerjaan dan penghasilan.
“Para pekerja yang juga orangtua tersebut sering kali mengambil alternatif jalan pintas dengan menikahkan anaknya pada usia dini karena dianggap dapat meringankan beban keluarga,” jelas Susilowati dalam webinar “Dispensasi Nikah pada Masa Pandemi Covid-19: Tantangan terhadap Upaya Meminimalisir Perkawinan Anak di Indonesia” yang digelar oleh FH Unpad, dikutip dari laman resmi Unpad.
Selain permasalahan ekonomi, kurangnya pengawasan yang diberikan orangtua sehubungan dengan penutupan sekolah dan pembelajaran dari rumah juga dinilai menjadi salah satu pemicu tingginya pernikahan dini.
Menurut Susilowati, ketika anak melakukan pembelajaran di rumah, maka ia lebih leluasan untuk terlibat dalam pergaulan di lingkungan sekitar. Jika orangtua tidak memberikan pengawasan yang cukup, maka kehamilan di luar pernikahan bukan hal yang tidak mungkin.
“Tidak dapat dihindari terjadinya pergaulan bebas yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah dan menyebabkan angka dispensasi meningkat di masa pandemi ini,” ungkap Susilowati.
Dosen FH Unpad, Sonny Dewi Judiasih, mengungkapkan bahwa praktik perkawinan di bawah umur rentan terjadi pada perempuan yang tinggal di desa dan berasal dari keluarga dengan ekonomi yang lemah dan pendidikan yang rendah.
Sebenarnya pemerintah sudah merevisi batas usia minimal pernikahan di Indonesia menjadi 19 tahun, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Selain itu, ada aturan yang menetapkan penyimpangan batas usia pernikahan bisa dimohonkaan dispensasi ke pengdilan.
Terkait hal ini, Sonny menyarankan agar pengadilan jangan mempermudah izin dispensasi perkawinan di bawah umur. Pasalnya, hampir 90 persen permohonan dispensasi untuk perkawinan di bawah umur dikabulkan oleh pengadilan.
Lebih lanjut, Sonny mengatakan pengadilan alasan dari permohonan dispensasi harus diperhatikan dan pertimbangan harus mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019.
“Apakah alasan tersebut merupakan alasan yang mendesak atau dapat ditunda, serta mempertimbangkan perlindungan dan kepentingan terbaik bagi anak dalam peraturan perundang-undangan dan hukum tidak tertulis dalam bentuk nilai-nilai hukum, kearifan lokal, dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat” pungkas Sonny.
KOMENTAR ANDA