post image
ponari mengobati pasiennya. (foto: suratkabar.id)
KOMENTAR

Sepuluh tahun yang lalu, desa tempat saya tinggal heboh karena adik kawan saya tiba-tiba “disunat jin”. Bentuk penis adik kawan saya yang belum disunat itu tiba-tiba dengan ajaib jadi berbentuk penis yang telah disunat. Kejadian yang dialami adik kawan saya yang pada saat itu berumur enam tahun dianggap sebagian orang di desa sebagai kejadian magis bin mistis, yang lantas orang mengaitkannya dengan hubungan sebab-akibat.

“Barangkali karena sering buang air sembarang makanya disunat jin," kata seorang kepala keluarga berusaha cocoklogi. Berobatlah ayah kawan saya kepada sesepuh di desa kami, kemudian ia disuruh membeli gunting dan menyimpannya dekat ranjang tempat adik kawan saya tidur. Anehnya, seminggu kemudian penis adik kawan saya kembali ke bentuk sebelum “disunat jin”.

Sementara itu, tujuh tahun silam seorang tetangga merasakan sakit yang tidak dapat didiagnosis dokter. Dia mengeluhkan badannya yang selalu merasa nyeri bila maghrib tiba. Lagi-lagi, kejadian mistis ini dianggap perlu untuk diobati oleh dukun atau tabib yang terkenal telah menyembuhkan banyak orang, Ponari. Dibawalah tetangga saya itu ke tempat Ponari, mengantre dalam antrean yang tidak masuk akal, kemudian disuruh meminum air celupan batu sakti, lantas membayar biaya seikhlasnya. Ajaibnya, tetangga saya sembuh.

Lain halnya dengan kawan saya, pemain sepak bola yang ingin lincah dan gesit di lapangan. Ia dibawa ayahnya berobat ke dukun Tiongkok empat tahun lalu. Kawan saya disuruh membawa segenggam emas yang kemudian diletakkan di kakinya, setelah upacara ritual tertentu lantas emas itu hilang. Kawan saya lalu menjadi pemain inti klub sepak bola, bahkan pernah menjadi pemain timnas muda.

Sampai dewasa ini, saat virus Corona meledak dengan lonjakan kasusnya, ibu saya kemudian mengiris bawang merah dan menggantungkannya di setiap sudut ruangan. Saya kemudian bertanya pada diri sendiri, “apa hal yang sama berlaku juga untuk kalung Anti-Korona?”

Mengapa Orang Percaya?

Saya pernah menanyakan komentar kawan saya yang adiknya pernah “disunat jin” itu setelah berobat ke sesepuh desa kami. “Alhamdulillah, mukjizat!”, katanya penuh penekanan. Begitu juga kata yang sama dilontarkan kawan saya yang lain yang menjadi pemain sepak bola.

Fenomena kesehatan yang dipaparkan di atas menjadi gambaran kegagapan masyarakat sub-urban terhadap ilmu pengobatan modern. Mitos kesehatan yang lekat pada masyarakat dianggap lebih benar dan lebih dapat dipercaya kemanjuran hasil pengobatannya ketimbang metode pengobatan ilmiah. Iming-iming harga miring dan jaminan kesehatan menjadikan terapi-terapi kesehatan alternatif ini lebih dipilih oleh orang-orang pendamba keajaiban.

Ragam pengobatan alternatif seperti Ponari, klinik Tong Fang, Ningsih Tinampi, dan tabib lain menawarkan janji manis kesembuhan yang tidak dapat pasien peroleh ketika berobat ke dokter. Mereka juga tidak memaksa pasien untuk mengkonsumsi banyak obat, yang menjadi salah satu alasan pasien enggan berobat medis. Klaim janji kesembuhan serta manfaat kesehatan diperoleh dengan tarif yang relatif murah, serta dilayani dengan keramahan tiada tara dari sang tabib.

Walaupun demikian, pengobatan alternatif yang ditawarkan para tabib sama sekali tidak memiliki landasan keilmuan. Semuanya hanya menjajakan mitos cerita-cerita spiritual di balik kemampuannya menyembuhkan pasien. Hal yang sama berlaku juga dengan klaim metode tradisional seperti menyimpan irisan bawang merah di sudut ruangan dapat menangkal virus Corona hanyalah menjual tradisi turun-temurun belaka tanpa studi ilmiah yang mendasar.

Alasan di balik kepercayaan masyarakat sub-urban pada pengobatan alternatif dan metode tradisional kesehatan rupanya dapat dipelajari secara ilmiah. Ilmu psikologi menerangkan efek plasebo, yakni kekuatan pikiran atau gagasan dapat merangsang penyembuhan dengan meyakini perawatan bertujuan untuk pengobatan. Efek plasebo bekerja pada seseorang yang berekspektasi 
pada cairan hasil celup batu sakti Ponari atau obat dari Ningsih Tinampi dapat menyembuhkan, hasilnya memungkinkan tubuh untuk merangsang hormon yang dapat melakukan pengobatan atau self-healing.

Studi pada tahun 2014 yang diterbitkan Science Translational Medicine menyebutkan, dalam keadaan yang tepat, efek plasebo memiliki setengah dari tingkat keberhasilan perawatan nyata. Namun, Ted Kaptchuk, peneliti utama, menekankan bahwa plasebo paling banter hanya dapat mengurangi nyeri, insomnia akibat stres, dan efek samping pengobatan seperti lelah dan mual.

Jadi, efek plasebo memang memiliki sumbangsih dalam proses pengobatan, tetapi tidak selalu berdampak kesembuhan. Obat-obatan medis tetap perlu dikonsumsi agar hasil yang diperoleh lebih maksimal.

Lantas kalau kalung Anti-Korona? Ya, kita sama-sama tahu saja.

KOMENTAR ANDA

Irawati Hermawan: Prof. Mochtar Kusumaatmadja Sangat Layak Jadi Pahlawan Nasional

Sebelumnya

Menlu Retno: Bagi Saya Prof. Mochtar Kusumaatmadja Sudah Seorang Pahlawan

Berikutnya

Baca Juga

Artikel Aktual