Rasa sepi bisa menghampiri siapa saja. Jepang sempat dihebohkan dengan kasus para lansia yang meninggal dunia karena kesepian, tanpa keluarga, dan tanpa pasangan. Pada orang yang berusia lebih muda, kesepian juga bisa menyerang kapan saja. Bahkan, menurut sebuah studi, lebih banyak anak muda yang merasa kesepian dibandingkan orangtua.
Jurnal Personality and Individual Differences merilis sebuah studi yang bertajuk Loneliness around the world: Age, gender, and cultural differences in loneliness. Studi tersebut menjelaskan persoalan kesepian dari berbagai aspek, seperti usia, jenis kelamin, dan budaya. Studi ini pun mencakup pendapat dari hampir 55.000 orang yang berusia antara 16 hingga 99 tahun dari 237 negara, pulau, dan wilayah persatuan.
Studi ini mengatakan, kesepian memberikan pengaruh tidak hanya bagi mental tetapi juga bagi perekonomian masyarakat. Profesor Manuela Barreto dari University of Exeter, Inggris, menyebut bahwa perasaan sepi ini lebih banyak dirasakan oleh anak muda.
“Berlawanan dengan apa yang orang harapkan, kesepian bukanlah keadaan sulit yang unik bagi orang yang lebih tua. Bahkan, orang yang lebih muda melaporkan perasaan kesepian yang lebih besar,” ungkap Profesor Manuela, dikutip dari Indian Express.
Lebih lanjut, Profesor Manuela menduga lebih banyak anak muda yang merasa kesepian karena harapan yang berbeda yang dimiliki oleh orang tua dan anak muda. Profesor Manuela pun menjelaskan bahwa kesepian ini berasal dari pengertian bahwa koneksi sosial seseorang tidak sesuai dengan yang ia harapkan.
“Ini mungkin disebabkan oleh harapan yang berbeda yang dimiliki oleh orang muda dan orang tua. Pola usia yang kami temukan tampaknya berlaku di banyak negara dan budaya,” imbuh Manuela.
Studi bertajuk Loneliness around the world: Age, gender, and cultural differences in loneliness setidaknya memaparkan beberapa temuan dari analisisnya. Pertama, lebih banyak orang yang lebih muda melaporkan kesepian dibandingkan orang setengah baya. Kedua, lebih banyak setengah baya melaporkan kesepian daripada orang tua. Ketiga, lebih banyak pria melaporkan kesepian daripada perempuan. Keempat, lebih banyak orang-orang di negara individualistis melaporkan kesepian. Kelima, usia, jenis kelamin, dan budaya saling berinteraksi untuk memprediksi kesepian.
Baik budaya individualistis maupun budaya kolektivis memiliki risiko terhadap sosialitas. Kedua budaya ini dikaitkan dengan kebutuhan sosial masyarakat dalam budaya kolektivis dan kebutuhan yang rendah dalam budaya individualistis hingga berpengaruh pada kesesuaian antara hubungan ideal dan aktual.
Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam temuannya, studi ini menyarankan untuk menggabungkan usia, jenis kelamin, dan budaya guna memprediksi kesepian, meski tidak memenuhi syarat efek utama. Mengacu pada hal ini, dapat disimpulkan bahwa yang paling rentan merasa kesepian adalah laki-laki muda yang hidup dalam budaya individualistis.
KOMENTAR ANDA