Uji klinis calon vaksin Covid-19 fase III yang dilaksanakan di Bandung, Jawa Barat, telah dilaksanakan sejak tanggal 11 Agustus 2020. Tim uji klinis telah menyuntikkan vaksin ke tubuh 110 relawan yang masuk dalam kloter pertama di tanggal 11 hingg 15 Agustus 2020.
Manajer Lapangan Uji Klinis Vaksin Covid-19 Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjadjaran (Unpad), Eddy Fadlyana, mengatakan bahwa tidak ada efek samping yang terlalu serius pada kloter pertama.
“Ada keluhan itu satu orang, merasa pusing, tidak enak badan. Kemudian, kita anjurkan untuk berobat ke klinik,” kata Eddy, dikutip dari Kompas.com.
Selain itu, Eddy mengatakan relawan lain tidak merasakan efek samping atau keluhan apapun setelah disuntik calon vaksin. Terkait pengakuan salah satu relawan yang menyebut dirinya mengalami peningkatan nafsu makan, Eddy mengungkapkan hal tersebut merupakan respons pribadi.
“Kalau nafsu makan naik, mungkin secara kebetulan saja, tidak secara umum meningkat. Pribadi dia saja,” ujar Eddy.
Terkait jumlah relawan yang dibutuhkan, Eddy mengatakan timnya sudah mendapatkan cukup relawan. Ia mengatakan, jumlah relawan yang saat ini terdaftar mencapai 2.200 orang.
Untuk mendapatkan relawan dengan jumlahh yang banyak, tim menemukan kendala karena tidak sedikit pendaftar yang tidak memenuhi syarat. Sekitar 10 persen dari pendaftar gagal dan sebagian besar karena memiliki tekanan darah tinggi.
Eddy menambahkan, penyuntikan vaksin kloter kedua akan mulai dilaksanakan pada Jumat, 28 Agustus 2020. Pada kloter kedua, terdapat 150 relawan yang akan disuntuk calon vaksin buatan Sinovac tersebut.
Menurutnya, hasil uji klinis bisa mulai dilihat pada bulan Oktober. Meski demikian, penyuntikan calon vaksin masih akan terus dilakukan hingga tahun 2021 mendatang.
“Januari-Februari itu sudah selesai, mudah-mudahan,” tuturnya.
Sementara itu, Epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, menyatakan banyak vaksin yang gagal lolos setelah diuji klinis fase III sehingga tidak menutup kemungkinan jika uji klinis vaksin Covid-19 pun mengalami hal serupa.
Dilansir dari CNN Indonesia, Dicky menyatakan bahwa faktor yang paling sering menyebabkan kegagalan uji klinis vaksin fase III adalah buruknya dan lemahnya perencanaan penelitian awal. Selain itu, salah dalam mengartikan prinsip kunci biologi dan prinsip pengembangan vaksin pun bisa menyebabkan kegagalan.
Kemudian, kegagalan uji klinis pun bisa terjadi karena pengetahuan manusia terkait penyakit baru masih terbatas dan belum utuh. Faktor lainnya adalah belum ada pemahaman utuh terkait interaksi produk yang diteliti dengan tubuh manusia.
KOMENTAR ANDA