Seminggu berlalu sejak pengesahan Omnibus Law, sudah seminggu pula berbagai golongan masyarakat turun ke jalan melakukan aksi demonstrasinya.
Dikabarkan beberapa Organisasi Islam (Ormas) akan mendemo Istana Negara besok, 13 Oktober 2020.
Sampai saat ini telah diketahui bahwa sejumlah ormas Islam yang hadir adalah, Persaudaraan Alumni (PA) 212, Front Pembela Islam (FPI), dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama.
Hal tersebut dibenarkan oleh Wakil Sekretaris Jenderal PA 212 Novel Bamukmin, "Benar," kata Novel.
Namun, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti menegaskan pihaknya tidak turut serta dalam rencana sejumlah organisasi Islam unjuk rasa dengan mengepung Istana pada Selasa, 13 Oktober 2020.
"Muhammadiyah tidak ada hubungan dan tidak akan ikut dalam aksi yang akan dilaksanakan oleh sejumlah organisasi Islam pada Selasa itu," katanya di dikutip dari Antara, Senin, 12 Oktober 2020.
Ia mengatakan Muhammadiyah saat ini lebih fokus pada penanganan COVID-19 dan dampaknya terhadap pendidikan, ekonomi, serta kesehatan masyarakat.
Dalam situasi sekarang, Abdul Mu'ti mengatakan, sebaiknya semua pihak bisa menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah besar, termasuk demonstrasi.
"Aksi demonstrasi lebih banyak mudarat daripada manfaatnya. Dalam Islam diajarkan agar meninggalkan perbuatan yang lebih banyak mengandung mudarat dibandingkan manfaat. Dalam hukum Islam hal yang sangat mendesak (aham) harus lebih diprioritaskan di atas hal yang penting (muhim)," kata dia.
Kendati begitu, dia mengatakan Muhammadiyah menghormati masyarakat yang melakukan demonstrasi. Menyampaikan pendapat secara lisan dan tulisan adalah hak warga negara yang dijamin oleh undang-undang.
Karena itu, kata dia, bagi masyarakat yang berdemonstrasi hendaknya mematuhi undang-undang, tertib dan menghindari kekerasan (vandalisme). Aparatur keamanan hendaknya memaksimalkan pendekatan persuasif dan humanis agar tidak terjadi benturan antara masyarakat dengan aparat.
Abdul Mu'ti menegaskan bahwa Muhammadiyah akan tetap bersikap kritis kepada kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan hukum dan perundangan-undangan, terutama yang bertentangan dengan Islam dan merugikan umat Islam.
"Akan tetapi, Muhammadiyah tidak akan melengserkan pemerintahan yang sah. Risikonya terlalu besar bagi rakyat dan masa depan bangsa." katanya.***
KOMENTAR ANDA